
Menjadi suatu keharusan bagi setiap orang yang beriman terutama Ketika mencari ilmu agama untuk meluruskan niat, karena niat mempunyai pengaruh besar terhadap nilai amal seorang hamba disisi Allah.
Gambaran lahir seseorang hamba tidak di tentukan dari cara berbusananya atau bahkan sekedar perbuatan yang tampak secara lahiriah, karena meskipun keduanya baik lahirnya bukan berarti disisi Allah Ta’ala akan dicatat sebagai perbuatan terpuji pula. Akan tetapi akan dicatat baik disisi-Nya jika seseorang melakukannya dengan niat baik dan benar dalam pandangan Allah Ta’ala. Rasulullah Shallau ’Alaihi Wasallam bersabda:
عن عُمَرَ بْن الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقُولُ: «إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ»، (أخرجه الشيخان). هذا حديث صحيح أخرجه الشيخان «البخاري ومسلم» في صحيحيهما
“dari sahabat Umar Ibnul Khatab RA, berkata, saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : Sesungguhnya amal-amal adalah tergantung niatnya, dan sesungguhnya balasan bagi seseorang adalah apa yang diniatkan, siapa saja yang berhijrah karena Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah untuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, siapa saja yang berhijrah karena dunia atau wanita untuk dinikahinya maka hijrahnya alah untuk apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini diucpkan oleh Rasulullah Shallau ’Alaihi Wasallam ketika berhijrah dari Makkah menuju Madinah dengan beberapa shahabat, salah satu diantaranya adalah Umru’ul Qois, beliau adalah salah satu dari tiga shahabat yang tidak diketahui nama aslinya hingga sekarang, karena doa beliau kepada Allah Ta’ala agar nama aslinya tidak diketahui oleh orang lain sebab malu karena hijrahnya bertujuan untuk menikah dengan salah satu wanita di Madinah.
Kakhususan sebab adanya hadits diatas bukan berarti bahwa hadits tersebut berlaku hanya untuk yang berhijrah bersama Rasul saja, melainkan adalah untuk seluruh ummat Islam, karena sebuah dalil yang dijadikan sandaran adalah lafadzh nya yang umum bukan sabab turunya nash. sebagaimana disebutkan dalam Kaidah ilmu tafsir :
اَلْعِبْرَةُ بِعُمُوْمِ اللَّفْظِ لاَلَا بِخُصُوْصِ السَّبَبِ
“Ibarat (suatu dalil berpegang pada) umumnya lafadznya bukan dari kekhususan sebab.”“(yang dijadikan) ibarat adalah umumnya lafadz bukan khususnya sebab.”
Dalam kitab صفوة الزبد Imam Ahmad Bin Ruslan berkata dalam sebuah bait sya’irnya :Pengarang kitab صفوة الزبد Imam Ahmad Bin Ruslan dalam kitab tentang anjuran untuk menata niat sebelum melakukan sesuatu perbuatan, beliau mengatakan :
وَصَحِّحِ النِّيَّةَ قَبْلَ الْعَمَلِ وَأْتِ بِهَا مَقْرُنَةً بِالْأَوَّلِبِالْأَوَلِ
“Dan benarkanlah niat oleh kamu sebelum beramal, dan lakukanlah niat bersamaan dengan awal (ibadah (dalam ibadah).”yang akan dilakukan).”
Niat adalah sesuatu yang secara sekilas tampak sederhana, akan tetapi mempunyai dampak yang sangat besar terhadap aktifitas yang kita jalankan.
Bagi orang yang menuntut ilmu maka niat yang paling utama adalah mencari Ridlo nya Allah Ta’ala dan keberuntungan akhirat, menghilangkan kebodohan dari diri kita dan dari orang lain, menghidupkan agama dan kekelan Islam karena tetapnya Islam hanya dengan ilmu. Bahkan zuhud dan taqwa pun akan menjadi percuma tanpa ilmu, Syeikh Burhanuddin pengarang kitab Alhidayah mengatakan :
فَسَادٌ كَبِيْرٌ عَالِمٌ مُتَهَتِّكُ وَأَكْبَرُ مِنْهُ جَاهِلٌ مُتَنَسِّكُ
هُمَا فِتْنَةٌ فِيْ الْعَالَمِيْنَ عَظِيْمَةٌ لِمَنْ بِهِمَا فِيْ دِيْنِهِ يَتَمَسَّكُ
”Kerusakan yang besar bagi orang alim yang mempertontokan kejelekanya, (kerusakan) lebih dari itu adalah orang yang bodoh yang berpegang teguh.”
“Keduanya fitnah di alam semesta yang ganas, bagi orang yang berpegang teguh pada keduanya”
Diantara niat yang dianjurkan bagi orang yang sedang menuntut ilmu adalah niat syukur atas nikmat akal dan sehatnya badan yang Allah berikan, sebaiknya untuk tidak meniatkan mencari ilmu dalam rangka mencari pengaruh dari sesame hamba Allah, bahkan tidak pula karena kenikmatan dunia, kehormatan, kekuasaan dan lainya. Karena semua niat-niat tersebut akan menghilangkan kemulyaan sebagai penuntut ilmu disisi Allah Ta’ala.
Diantara niat seorang dalam mencari ilmu hendaknya bertujuan untuk mengamalkan ilmu yang telah didapat semaksimal mungkin, jika diibaratkan ilmu sebagai pohon yang ditanam oleh seseorang, maka mengamalkan ilmu adalah buah dari tanaman tersebut. Bahkan mengamalkan ilmu yang telah didapat akan menjadi pemicu seorang hamba meraih derajat mulya disisi Allah. Al-Habib Abdullah Bin Alwi Al-Haddad dalam kita mengatakan :Ilmu adalah suatu yang sangat istimewa dalam kehidupan manusia, orang yang mencarinya pun semestinya meniatkan juga dengan niat-niat yang mulya pula.
Paling utama niat yang semestinya dilintaskan dalam hati orang yang mencari ilmu adalah dalam ridlo nya Allah Ta’ala dan keselamatan akhirat yang merupakan cita-cita semua hamba Allah yang beriman. Niat-niat yang lain adalah sebagai penyempurna, karena semakin banyak niat baik dalam sebuah amal akan menjadikan semakin berat nya nilai amalnya disisi Allah Ta’ala. Dinasehatkan dalam sebuah syairnya Syeikh Hammad bin Ibrahim Asshoffar mendikte kepada imam Abu Hanifa berkata :
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِلْمَعَادِ فَازَ بِفَضْلٍ مِنَ الرَّشَادِ
فَيَا لِخُسْرَانِ طَالِبِيْهِ لِنَيْلِ فَضْلٍ مِنَ الْعِبَادِ
“Siapa saja gerangan menuntut ilmu untuk hari kemudian, maka beruntung mendapat keutamaan dan petunjuk dari Allah”
“Maka rugilah bagi orang yang menuntut (ilmu) untuk mendapatkan keutamaan dari sesame hamba”.
Tujuan seseorang menuntut ilmu bagaikan menanam sebuah pohon, adalah untuk bisa menikamati buah yang kelak dapat diambil dari pohon tersebut, demikian halnya dengan ilmu, tujuan utama dalam menuntut ilmu adalah dapat mengamalkannya. Dalam beramal membutuhkan keikhlasan sehingga amal yang dilakukan menjadi amal yang sempurna disisi Allah Ta’ala. Dalam sebuah petuah yang masyhur dari para salafussolih disebutkan :
النَّاسُ كُلُّهُمْ هَلْكَى إِلاَّ الْعَالِمُوْنَ وَالْعَالِمُوْنَ كُلُّهُمْ هَلْكَى إِلاَّ الْعَامِلُوْنَ وَالْعَامِلُوْنَ كُلُّهُمْ هَلْكَى إِلاَّ الْمُخْلِصُوْنَ وَالْمُخْلِصُوْنَ عَلَى خَطَرٍ عَظِيْمٍ
“Semua manusia akan binasa kecuali orang-orang yang berilmu, dan orang yang berilmu akan binasa kecuali orang yang mengamalkan ilmunya, dan orang yang mengamalkan ilmunya akan binasa kecauali orang yang ikhlas, orang yang ikhlas pun masih dalam bahaya besar.”
Al-Habib Abdullah Bin Alwi Al-Haddad dalam sebuah nasehatnya mengatakan :
اَلْكَمَالُالْكَمَالُ أَرْبَعَةٌ : اَلْعِلْمُ وَالْعَمَلُ بِهِ وَالإِخْلاَصُ وَالْبَرَائَةُ مِنَ الْحَوْلِ وَالْقُوَّةِ
“Kesempurnaan (didapat (jika seseorang memiliki) empat perkara) : Ilmu, amal dengan ilmunya, ikhlas (dalam beramal) dan bebas dari daya dan upaya.”
Dengan niat yang benar akan melahirkan seorang hamba Allah yang ikhlas, semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita kejalan yang benar dan diridloi-Nya dan menggerakkan hati kita untuk selalu ta’at akan perintah-Nya. Amien.