Adab dalam Menilai Karya Keilmuan: Kisah Kritis Kitab Ihya oleh Imam Al-Ghazali
Adab dalam Menilai Karya Keilmuan: Kisah Kritis Kitab Ihya oleh Imam Al-Ghazali
Kam, 6 Juni 2024 1:21
artikel-dan-berita

Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, seorang tokoh ulama yang namanya tak pernah lekang oleh zaman, dikenal melalui karyanya yang monumental, “Ihya Ulum al-Din.” Dalam kitab tersebut, terdapat antara 6.000 hingga 7.000 hadis yang menjadi sumber kebijaksanaan dan pedoman spiritual bagi banyak orang.

Namun, seperti halnya karya besar lainnya, “Ihya” juga tak luput dari kritik. Khususnya dari kalangan Wahabi yang menilai bahwa kitab tersebut penuh dengan dalil yang dipertanyakan keasliannya. Berbagai klaim bahwa seluruh hadist dalam isi kitab itu dhoif, dan sebagainya, menjadi bahan perdebatan dan viral di kalangan pecinta ilmu.

Namun, di tengah-tengah keriuhan itu, ada satu ulama yang diam-diam melakukan kajian yang mendalam. Seorang ahli hadis yang bijaksana, dengan telatenya, mengumpulkan murid-muridnya untuk membuka kitab “Ihya” dari belakang hingga ke depan. Tujuannya sederhana: memeriksa keaslian riwayat-riwayat hadis yang terdapat di dalamnya.

Selama bertahun-tahun, satu per satu hadis diselidiki, perawinya dicari, dan keabsahannya diuji. Dan setelah perjalanan panjang itu, hasilnya mengejutkan: dari 7.000 hadis yang tercatat, hampir seluruhnya, sekitar 6.980, terbukti sahih! Hanya tersisa sedikit, belasan, yang masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Yang menarik dari kisah ini adalah sikap adab yang ditunjukkan oleh ulama tersebut. Meskipun menemukan kebenaran bahwa sebagian besar hadis dalam “Ihya” adalah sahih, beliau tidak serta-merta menghukum dengan tuduhan bahwa yang tersisa adalah dhoif. Sebaliknya, dengan rendah hati, beliau mengatakan bahwa masih dalam proses pencarian, masih diupayakan untuk menemukan kejelasannya.

Pesan yang dapat dipetik dari kisah ini adalah pentingnya adab dalam menilai karya keilmuan. Kritik yang membangun, penelitian yang mendalam, dan sikap rendah hati dalam mengemukakan pendapat merupakan bagian integral dari perjalanan ilmiah yang benar. Sebab, hanya dengan adab itulah, kita bisa mencapai pemahaman yang lebih mendalam dan kebenaran yang lebih kokoh. _askamedia_

Artikel

Komentar

Tidak ada komentar

Tulis Komentar

Artikel Lainnya

Santri MTS Asshiddiqiyah Raih Medali Emas dan Perunggu di OMNAS 14 Jawa Barat
Bandung - Kabar membanggakan datang dari MTS Asshiddiqiyah yang berhasil mera...
Sel, 18 Februari 2025 | 11:28
Kesabaran: Kunci Utama dalam Dakwah dan Kepemimpinan
Dalam menjalankan dakwah dan kepemimpinan, ada banyak hal yang harus diperhat...
Sen, 1 Juli 2024 | 6:13
Bolehkah Sapi Cacat Dijadikan Qurban?
Apakah sapi yang memiliki cacat pada kaki belakang bagian betisnya bisa dijad...
Ming, 16 Juni 2024 | 12:49
Kunjungan Al-Habib Muhsin bin Muhammad bin Abu Bakar bin Salim al-Athas ke Asshiddiqiyah Karawang
Pada hari Rabu, 5 Juni 2024, Al-Habib Muhsin bin Muhammad bin Abu Bakar bin S...
Jum, 7 Juni 2024 | 4:03